SALAM-ONLINE: Selama ini selalu dipersepsikan bahwa penemu
Benua Amerika adalah Christopher Colombus pada 12 Oktober 1492. Sejak SD
dan seterusnya kita dijejali dengan sejarah yang salah. Menurut versi
tersebut, ketika pertama kali menginjakkan kakinya di daratan, dia
menyangka mendarat di semenanjung Hindia, sehingga penduduk aslinya
disebut ”Indian”. Tapi menurut versi lain, penelitian ulang yang
dilakukan oleh beberapa peneliti Barat, atau penelitian dari
sumber-sumber tertulis dari kalangan Muslim, ilmuan Muslim, ditemukan
data baru bahwa Benua Amerika ditemukan oleh penjelajah Muslim 603 tahun
sebelum Colombus menginjakkan kakinya di benua Amerika.
Literatur yang menerangkan bahwa penjelajah Muslim sudah datang ke
Amerika sebelum Colombus, antara lain pakar sejarah dan geografer Abul
Hassan Ali Ibnu al-Hussain al-Masudi (871-957M). Dalam bukunya Muruj
Adh-Dhahabwa Maad al-Jawhar (The Meadows of Gold and Quarries of
Jewels/Hamparan Emas dan tambang Permata), Al-Masudi telah menuliskan
bahwa Khaskhas Ibnu Sa’ied Ibn Aswad, seorang penjelajah Muslim dari
Cordova, Spanyol, berhasil mencapai benua Amerika pada 889 M.
Al-Masudi menjelaskan, semasa pemerintahan Khalifah Abdullah Ibn
Muhammad (888-912M) di Andalusia, Khaskhas berlayar dari Pelabuhan
Delbra (Palos) pada 889, menyeberangi lautan Atlantik hingga mencapai
sebuah negeri yang asing (al-ardh majhul). Sekembalinya dari benua asing
tersebut, dia membawa pulang barang-barang yang menakjubkan, yang
diduga berasal dari benua baru yang kemudian bernama Amerika.
Sejak itulah, pelayaran menembus Samudera Atlantik yang saat itu
dikenal sebagai ”lautan yang gelap dan berkabut”, semakin sering
dilakukan oleh pedagang dan penjelajah Muslim. Literatur yang paling
populer adalah essay Dr. Yossef Mroueh dalam Prepatory Committe for
International Festivals to Celebrate the Millenium of the Muslims
Arrival to the America tahun 1996. Dalam essay berjudul Precolumbian
Muslims in America (Muslim di Amerika Pra Colombus), Dr Mroueh
menunjukkan sejumlah fakta bahwa Muslimin dari Anadalusia dan Afrika
Barat tiba di Amerika sekurang-kurangnya lima abad sebelum Colombus.
Pada pertengahan abad ke-10, pada masa pemerintahan Bani Umayyah
Andalusia: Khalifah Abdurrahman III (929-961M), kaum Muslimin dari
Afrika berlayar ke arah barat dari pelabuhan Delbra (Palos) di Spanyol
menembus “samudera yang gelap dan berkabut”. Setelah menghilang beberapa
lama, mereka kembali dengan sejumlah harta dari negeri yang “tak
dikenal dan aneh”. Dalam pelayaran itu, ada sejumlah kaum Muslimin yang
tinggal bermukim di negeri baru itu. Mereka inilah imigran Muslim
gelombang pertama yang tiba di Amerika.
Masih menurut Dr Mroueh, berdasarkan catatan sejarawan Abu Bakr Ibnu
Umar al-Gutiyya, yang hidup pada masa pemerintahan Khalifah Hisyam II
(976-1009) di Andalusia, penjelajah dari Granada bernama Muhammad Ibnu
Farrukh meninggalkan pelabuhan Kadesh, Februari 999. M. Farrukh
melintasi Lautan Atlantik, mendarat di Gando (Kepulauan canary) dan
berkunjung pada Raja Guanariga. Ia melanjutkan pelayaran ke arah barat,
melihat dua pulau dan menamakannya dengan Cpraria serta Pluitana. Ia
kembali ke Andalusia Mei 999 M.
Al-Syarif al-Idrisi (1099-1166), pakar Geografi dan ahli pembuatan
peta, dalam bukunya Nuzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaq (Ekskursi dari
yang rindu mengharungi Ufuk) menulis, sekelompok pelaut Muslim dari
Afrika Utara berlayar mengharungi samudera yang gelap dan berkabut.
Ekspedisi yang berangkat dari Lisbon (Portugal) ini, dimaksudkan untuk
mendapatkan jawaban apa yang ada di balik samudera itu, berapa luasnya
dan di mana batasnya? Mereka pun menemukan daratan yang penghuninya
bercocok tanam.
Pelayaran melintasi samudera Atlantik dari
Maroko juga dicatat oleh penjelajah Syaikh Sayneddin Ali bin Fadhel
al-Mazandarani. Kapalnya melepas jangkar dari pelabuhan Tarfay di Maroko
pada masa Sultan Abu Yacoob Sidi Yossef (1286-1307M), penguasa keenam
Kekhalifahan Marinid. Rombongan ekspedisi ini mendarat di Pulau Green di
Laut Karibia pada 1291. Menurut Dr Mroueh, catatan perjalanan pelaut
Maroko ini banyak dijadikan referensi oleh ilmuan Islam pada era
sesudahnya.
Sultan-sultan dari Kerajaan Mali di Afrika Barat yang beribukota
Timbuktu, juga melakukan penjelajahan hingga mendarat di benua Amerika.
Sejarawan Chihab Addin Abul Abbas Ahmad bin Fadhl al-Murai (1300-1384),
menulis catatan tentang geografi Timbuktu, yang waktu itu ternyata telah
menjadi kota pusat peradaban dan cukup maju di Afrika Barat.
Ekspedisi laut yang berawal dari Timbuktu, antara lain dilakukan oleh
Sultan Abu Bakari I (1285-1312M) yang merupakan saudara dari Sultan
Mansa Kankan Musa (1312-1337 M). Sultan Abu Bakar I melakukan dua kali
ekspedisi menembus Lautan Atlantik dan mendarat di Amerika. Bahkan,
penguasa Afrika Barat ini sempat menyusuri sungai Missisippi, dan
mencapai pedalaman Afrika Tengah antara tahun 1309-1312. Selama berada
di benua baru ini, para eksplorer itu tetap berkomunikasi dalam bahasa
Arab dengan penduduk setempat.
Dua abad kemudian, tepatnya tahun 1513, penemuan benua Amerika ini
diabadikan dalam peta berwarna yang disebut Piri Re’isi. Peta ini
dipersembahkan kepada Khalifah Ottoman, Sultan Selim I, tahun 1517 di
Turki. Peta ini berisi informasi akurat tentang belahan bumi bagian
barat, Amerika Selatan, dan pesisir pantai Brasil. Piri sendiri
sebenarnya merupakan nama seorang pejabat laut sekaligus pembuat peta
kerajaan Turki Utsmani, yang berbakti pada kerajaan Turki Utsmani masa
pemerintahan Sultan Salim (1512-1520) sampai pemerintahan Sultan
Sulaiman al-Qanuny (1520-1566). Gelaran ”Reis” (berasal dari bahasa Arab
Raais, yang berarti panglima atau Pimpinan), diberikan pada Piri
setelah yang bersangkutan memenangkan peperangan laut melawan Bendeqia.
Peta Piri Reis yang bertarikh 1513 M itu disimpan di Tobco Serai/Top
Kopi, dan kemudian pada tahun 1929, dikaji ulang oleh seorang orientalis
Jerman, Prof Paul Kalhe, yang membentangkannya dalam Kongres Kajian
Oriental di Leiden pada 1931. Untuk mengenang jasa-jasanya, pemerintah
Turki mengabadikannya menjadi perangko Peta Piri Reis itu.
Muslim Sebagai Penemu Benua Amerika: Sumber-sumber dan Perspektif Barat
Pertama, dalam bukunya Saga America (New York, 1980), Dr Barry Fell,
arkeolog dan ahli bahasa berkebangsaan Selandia Baru jebolan Harvard
University menunjukan bukti-bukti detail bahwa berabad-abad sebelum
Colombus, telah bermukim kaum Muslimin dari Afrika Utara dan Barat di
benua Amerika. Tak heran jika bahasa masyarakat Indian Pima dan
Algonquain memiliki beberapa kosakata yang berasal dari bahasa Arab.
Di negara bagian Inyo dan California, Dr Barry menemukan beberapa
kaligrafi Islam yang ditulis dalam bahasa Arab, salah satunya
bertuliskan “Yesus anak Maria” yang artinya ”Isa anak Maryam”. Kaligrafi
ini dapat dipastikan datang dari ajaran Islam yang hanya mengakui Nabi
Isa sebagai anak manusia dan bukan anak Tuhan. Dr Barry menyatakan bahwa
usia kaligrafi ini beberapa abad lebih tua dari usia Negara Amerika
Serikat. Bahkan lebih lanjut, Dr Barry menemukan reruntuhan, sisa-sisa
peralatan, tulisan, digram, dan beberapa ilustrasi pada bebatuan untuk
keperluan pendidikan di Sekolah Islam. Tulisan, diagram dan ilustrasi
ini merupakan mata pelajaran matematika, sejarah, geografi, astronomi
dan navigasi laut. Semuanya ditulis dalam tulisan Arab Kufi dari Afrika
Utara.
Penemuan sisa-sisa sekolah Islam ini ditemukan di beberapa lokasi
seperti di Valley of Fire, Allan Springs, Logomarsino, Keyhole, Canyon
Washoe, Hickison Summit Pas (Nevada), Mesa Verde (Colorado), Mimbres
Valley (New Mexico) dan Tipper Canoe (Indiana). Sekolah-sekolah Islam
ini diperkirakan berfungsi pada tahun 700-800 M. Keterangan yang sama
juga ditulis oleh Donald Cyr dalam bukunya yang berjudul Exploring Rock
Art (Satna barbara, 1989).
Kedua, dalam bukunya: Africa and the Discovery of America (1920),
pakar sejarah dari Harvard University, Loe Weiner, menulis bahwa
Colombus sendiri sebenarnya juga mengetahui kehadiran orang-orang Islam
yang tersebar di Karibia, Amerika Utara, Tengah dan Selatan, termasuk
Kanada. Tapi tak seperti Colombus yang ingin menguasai dan memperbudak
penduduk asli Amerika, umat Islam datang untuk berdagang, berasimilasi
dan melakukan pernikahan dengan orang-orang India suku Iroquis dan
Algonquin. Colombus juga mengakui, dalam pelayaran antara gibara dan
Pantai Kuba, 21 Oktober 1492, ia melihat masjid berdiri di atas bukit
dengan indahnya. Saat ini, reruntuhan masjid-masjid itu telah ditemukan
di Kuba, Mexico, Texas dan Nevada.
Ketiga, John Boyd Thacher dalam bukunya Christopher Colombus yang
terbit di New York, 1950, menunjukkan Colombus telah menulis bahwa pada
hari Senin, 21 Oktober 1492, ketika sedang berlayar di dekat Cibara,
bagian tenggara pantai Kuba, ia menyaksikan masjid di atas puncak bukit
yang indah. Sementara itu, dalam rangkaian penelitian antropologis, para
antropolog dan arkeolog memang menemukan reruntuhan beberapa masjid dan
menaranya serta ayat-ayat al-Qur’an di Kuba, Mexico, Texas dan Nevada.
Keempat, Clyde Ahmad Winters dalam bukunya Islam in Early North and
South America, yang diterbitkan Al-Ittihad, Juli 1977, halaman 60
menyebutkan, para antropolog yang melakukan penelitian telah menemukan
prasasti dalam bahasa Arab di lembah Mississipi dan Arizona. Prasasti
itu menerangkan bahwa imigran Muslim pertama tersebut juga membawa gajah
dari Afrika.
Sedangkan Ivan Van Sertima, yang dikenal karena karyanya They Came
Before Colombus, menemukan kemiripan arsitektur bangunan penduduk asli
Amerika dengan kaum Muslim Afrika. Sedang dalam bukunya yang lain,
African Presence in Early America, Van Sertima juga menegaskan tentang
telah adanya pemukiman Muslim Afrika sebelum kehadiran Colombus di
Amerika.
Kelima, ahli sejarah Jerman, Alexander Von Wuthenan juga memberikan
bukti bahwa orang-orang Islam sudah berada di Amerika tahun 300-900 M.
Artinya, umat Islam sudah ada di Amerika, paling tidak setengah abad
sebelum Colombus lahir. Bukti berupa ukiran kayu berbentuk kepala
manusia yang mirip dengan orang Arab diperkirakan dipahat tahun 300 M
dan 900 M. Beberapa ukiran kayu lainnya diambil gambarnya dan diteliti,
ternyata memiliki kemiripan dengan orang Mesir.
Keenam, salah satu buku karya Gavin Menzies, seorang bekas pelaut
yang menerbitkan hasil penelusurannya, menemukan peta empat pulau di
Karibia yang dibuat pada tahun 1424 dan ditandatangani oleh Zuanne
Pissigano, kartografer dari Venezia, yang sudah diterjemahkan ke bahasa
Indonesia. Peta ini berarti dibuat 68 tahun sebelum Colombus mendarat di
Amerika. Dua pulau pada peta ini kemudian diidentifikasi sebagai
Puertorico dan Guadalupe.
Dalam buku Henry Ford berjudul The Complete International Jew,
terdapat cuplikan yang menjelaskan bagaimana kondisi riil Umat Islam
pada akhir kekuasaan Islam di Spanyol, yang mengalami penyiksaan yang
sangat luar biasa, dan bagaimana dari penyiksaan tersebut akhirnya ada
yang melarikan diri bersama rombongan Colombus ke Amerika. Dalam buku
tersebut dapat disarikan sebagai berikut:
Perjalanan Colombus dimulai 3 Agustus 1492, sehari setelah jatuhnya
Granada, benteng terakhir umat Islam di Spanyol. Dalam pertarungan
hidup-mati itu, 300 ribu orang Yahudi diusir dari Spanyol oleh raja
Ferdinand yang Kristen. Selanjutnya, dalam buku tersebut dikisahkan
bagaimana perjuangan penggalangan dana oleh kaum Yaahudi untuk mendukung
perjalanan Colombus dan pada hakikatnya juga pelayaran bagi pelarian
Yahudi Spanyol ke Amerika.
Tapi ada bagian informasi yang sengaja tidak dipublikasikan, yakni
bahwa Colombus membawa dua kapal, yakni kapal Pinta dan Nina. Kedua
kapal ini dibantu oleh nahkoda Muslim bersaudara. Martin Alonso Pinzon
menahkodai kapal Pinta, dan Vicente Yanex Pinzon menahkodai kapal Nina.
Keduanya sebenarnya masih keluarga Sultan Maroko Abu Zayan Muhammad III
(1362-1366) yang menguasai kekhalifahan Marinid (1196-1465). Informasi
tersebut juga ditemukan dalam buku karya John Boyd Thacher, Christopher
Colombus, New York, 1950.
Muslim Sebagai Penemu Amerika: Hasil Pengamatan Lapangan dan Perspektif Suku-Suku Indian Amerika (Cherokee)
Hari ini, kalau kita membuka peta Amerika paling mutakhir buatan Rand
McNally dan mencermati nama-nama tempat, hampir di semua bagian benua
ini akan ditemukan jejak-jejak umat Islam jauh sebelum Colombus. Di
tengah kota Los Angeles misalnya, terdapat kawasan Alhambra, teluk
El-Morro dan al-Amitos serta nama-nama kawasan seperti Andalusia,
Attilla, Alla, Aladdin, Albany, Al-Cazar, Alameda, Alomar, al-Mansor,
Almar, Alva, Amber, Azuredan La Habra.
Di
bagian tengah Amerika, dari selatan hingga Illionis terdapat nama-nama
kota Albany, Andalusia, Attalla, Lebanon dan Tullahoma. Di negara bagian
Washington ada kota Salem. Di Karibia (berasal dari bahasa Arab
Qariiban) dan Amerika Tengah terdapat kawasan bernama Jamaika, Pulau
Kuba (dari kata Quba) dengan ibukotanya Havana (dari La-Habana). Juga
nama-nama pulau Grenada, Barbados, Bahama dan Nassau.
Di Amerika Selatan terdapat nama kota seperti Cordova (di
Argentinma), Al-Cantara (di Brazil), Bahia (di Brazil dan Argentina).
Selanjutnya, ada nama-nama pegunungan seperti Appalachian (Afala-che) di
pantai timur dan pegunungan Absarooka (Abshaaruka) di pantai barat.
Kota besar di negara bagian Ohio yang terletak di muara sungai Wabash
yang panjang dan meliuk-liuk bernama Toledo, nama Universitas Islam
ternama pada masa kejayaan Islam di Andalusia.
Menurut Dr Youssef Mroueh, hari ini di Amerika Utara terdapat 565
nama tempat, baik nergara bagian, kota, sungai, gunung, danau dan desa
yang diambil dari nama Islamatau, nama dengan akar kata dari bahasa
Arab. Selebihnya, sebanyak 484 nama terdapat di Amerika Serikat dan 81
di Kanada. Nama-nama ini diberikan oleh penduduk asli yang telah ada
sebelum Colombus menginjakkan kakinya di Amerika.
Dr A. Zahoor juga menulis bahwa nama negara bagian seperti Alabama
berasal dari kata Allah Bamya. Nama negara bagian Arkansas berasal dari
kata Arkan-Sah dan Tenesse dari Tanasuh. Demikian juga nama kota besar
seperti Tallahassee di Florida, berasal dari bahasa Arab yang artinya
”Allah akan menganugerahkan sesuatu di kemudian hari”.
Dr Mroueh juga menulis beberapa nama yang dicatatnya merupakan nama
kota suci seperti Mecca di Indiana. Medina merupakan nama paling populer
di Amerika. Medina terdapat di Idaho, Medina di New York, Medina dan
Hazen di North Dakota. Medina di Ohio, Medina di Tenesse. Medina di
Texas dengan penduduk 26 ribu jiwa. Medina di Ontario, Kanada, kota
Mahomet di Illionis, Moda di Utah dan Arva di Ontario, Kanada.
Ketika Colombus mendarat di kepulauan Bahama, 12 Oktober 1492, pulau
itu sudah diberi nama Guanahani oleh penduduknya. Guanahani berasal dari
kata Arab ikhwana (saudara), kemudian dibawa ke bahasa Mandika
(kerajaan Islam di barat Afrika) yang berarti ”tempat keluarga Hani
bersaudara”. Tapi kemudian Colombus secara ”seenaknya” menggantinya
dengan nama San Salvador, dan merampas pulau ini dari pemilik awalnya.
Hari ini, seandainya kita mengunjungi Washington, dan sempat
mengunjungi Perpustakaan Kongres (Library of Congress), dan meminta
arsip perjanjian pemerintah Amerika Serikat dengan Suku Indian Cherokee,
salah satu suku terkemuka Indian, tahun 1787, di arsip tersebut secara
fakta akan ditemukan tandatangan Kepala Suku Cherokee saat itu, bernama
Abdel Khak and Muhammad Ibn Abdullah. Nama suku Cherokee sendiri
diperkirakan berasal dari bahasa Arab: Sharkee.
Isi perjanjian itu antara lain adalah hak suku Cherokee untuk
melangsungkan keberadaannya dalam bidang perdagangan dan pemerintahan
suku yang ternyata didasarkan pada hukum Islam. Lebih lanjut, akan
ditemukan kebiasaan berpakaian wanita suku Cherokee yang menutrup aurat,
sedangkan kaum lelakinya memakai turban (sorban) dan gamis hingga
sebatas lutut.
Cara berpakaian ini dapat ditemukan dalam foto atau lukisan suku
Cherokee yang diambil gambarnya sebelum tahun 1832. Kepala suku terakhir
Cherokee sebelum akhirnya secara perlahan punah atau dipunahkan dari
daratan Amerika adalah seorang Muslim bernama Ramadhan Ibn Wati.
Mengenai aksara Cherokee yang kemudian diteliti, digali dan
dihidupkan kembali oleh seorang tokoh Cherokee modern bernama Sequoyah,
adalah terdapatnya kemiripan antara aksara Cherokee yang disebut
Syllabari dengan aksara Arab. Bahkan beberapa pahatan peninggalan lama
Cherokee di Nevada, ternyata mempunyai kemiripan dengan aksara Arab.
Yang lebih mengherankan adalah, ternyata keterkaitan Islam dan Arab
tidak hanya dengan Suku Cherokke, tapi juga dengan suku-suku Indian
lainnya, seperti Anasazi, Apache, Arawak, Arikana, Chavin Cree, Makkah,
Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca, Zulu dan Zuni. Beberapa
kepala suku Indian juga mengenakan tutup kepala khas orang Islam.
Misalnya kepala suku Chippewa, Creek, Iowa, Kansas, Miami, Potawatomi,
Sauk, Fox, Seminole, Shawnee, Sioux, Winnebago dan Yuchi. Hal ini
dibuktikan pada foto-foto antara tahun 1835 hingga 1870.
Abu Raihan Al-Biruni
Sejarawan S. Frederick Starr mencatat salah satu nama Muslim sebagai
penemu benua Amerika. Ia menulis bahwa Abu Raihan Al-Biruni adalah
seorang Muslim penemu benua Amerika di awal abad kesebelas. Al-Biruni
menemukan benua Amerika 500 tahun sebelum Columbus.
Selama
ini, di tengah gelombang pesimisme yang berkembang mengenai apa yang
disebut cerita resmi yang telah berabad-abad, berusaha meyakinkan dunia
bahwa penjelajah Spanyol Christopher Columbus adalah orang pertama yang
menemukan benua Amerika itu. Tetapi pembohongan sejarah itu telah
terungkap, justru kebanyakan diluruskan oleh para sejarawan dari Barat
sendiri.
Sebuah artikel menyatakan bahwa Abu Raihan Al-Biruni menemukan
Amerika jauh berabad-abad sebelum Columbus datang ke benua tersebut. S.
Frederick Starr menjelaskan bahwa Al-Biruni memang menemukan Amerika
jauh sebelum Columbus berlayar pada tahun 1492.
Menurut artikel itu, Abu Raihan Al-Biruni, yang lahir pada tahun 973
di negara Asia Tengah, tepatnya Uzbekistan, adalah orang pertama yang
secara resmi menunjukkan bahwa daratan yang belum ditemukan di laut
antara Eropa dan Asia benar-benar ada.
Meskipun Al-Biruni, yang menunjukkan temuannya pada awal abad
kesebelas, tidak pernah meletakkan batu di Amerika, namun keahliannya
pada geografi dan pemetaan membawanya pada kesimpulan bahwa dunia yang
membentang dari pantai barat Eropa dan Afrika ke pantai timur dari Asia
hanya dua perlima dari dunia. .
Pengetahuan Al-Biruni yang mampu berbicara dalam dua bahasa, yaitu
bahasa India Tengah dan Timur, serta mengerti matematika, astronomi,
mineralogi, geografi, kartografi, geometri dan trigonometri di bawah
bimbingan ulama besar seperti Ahmad al-Farghani, makin memberinya
wawasan dan ilmu yang mendalam dari berbagai bidang dan peradaban.
Jadi, Bukan Columbus
Mengapa nama Columbus yang sampai saat ini dikenal sebagai penemu
benua Amerika? Karena saat terjadi pengusiran kaum Yahudi dari Spanyol
sebanyak 300.000 orang oleh raja Ferdinand seorang Kristen yang taat,
itu membuat orang-orang Yahudi menggalang dana untuk pelayaran Columbus.
Dan berita ‘penemuan benua Amerika’ dikirim pertama kali oleh
Christopher Columbus kepada kawan-kawannya orang Yahudi di Spanyol!
Pelayaran Columbus ini nampaknya haus publikasi dan diperlukan untuk menciptakan legenda sesuai dengan
‘pesan sponsor’
Yahudi sang penyandang dana. Kisah selanjutnya kita tahu bahwa media
massa dan publikasi dikuasai oleh orang-orang Yahudi yang bahkan dibenci
oleh orang-orang seperti Henry Ford si raja mobil Amerika itu.
Maka tampak ada ketidak-jujuran dalam menuliskan fakta sejarah
tentang penemuan benua Amerika. Penyelewengan sejarah oleh orang-orang
Yahudi itu terjadi sejak pertama kali mereka bersama-sama orang Eropa
menjejakkan kaki ke benua Amerika.
Sumber:
Ternyata Penemu Benua Amerika Bukan Columbus (www.IndoCropCircles.wordpress.com/worldbulletin/gemaislam.com)
salam-online